“Kebanyakan orang tidak mendengarkan dengan tujuan untuk memahami; mereka mendengarkan dengan intensi membalas ucapan si lawan bicara,”
Berbeda dengan membaca dan menulis, kemampuan mendengarkan lebih jarang diajarkan secara khusus.
Rendahnya kemampuan mendengar sebagian orang diperparah dengan tindakan ‘koersif’ pihak-pihak berotoritas.
“Dengarkan saya!”,
“Perhatikan saya ketika saya sedang berbicara!”,
“Jangan melamun!”
Semua itu adalah bentuk-bentuk seruan yang kerap ditemukan di lingkungan sekolah, di tempat kerja, atau di rumah yang justru makin membuat orang resisten untuk mendengarkan baik-baik.
Kemampuan mendengar tak akan optimal bila seseorang datang dengan pemikiran tertutup. Keyakinan bahwa hal yang benar tidak bersifat universal dan selalu ada sudut pandang lain yang mesti dihargai.
Ketika lawan bicara usai berkisah, seseorang dapat melontarkan pertanyaan berujung terbuka alih-alih langsung menyatakan opininya.
“Seperti apa sih, bentuknya?”
“Bagaimana perasaan kamu setelah mengalami itu?”
Dengan membuat tanggapan seperti ini, makin banyak informasi yang digali tentang diri seseorang. Pada akhirnya, si pendengar akan mampu mengenal lawan bicaranya lebih baik lagi dan koneksi pun di antara mereka pun potensial menguat.